Antropolog Indonesia Serukan Keprihatinan Perkembangan Demokrasi Saat Ini
Oleh: Admin AAIMasyarakat Antropologi Indonesia yang terdiri dari Asosiasi Antropologi Indonesia (AAI), Forum Kajian Antropologi Indonesia (FKAI), Asosiasi Departemen dan Jurusan Antropologi Seluruh Indonesia (ADJASI) dan Jaringan Kekerabatan Antropologi Indonesia (JKAI) telah menyuarakan keprihatinan mendalam terhadap kondisi politik dan demokrasi di Indonesia, khususnya menjelang pemilihan presiden 2024.
Pembicara seruan dalam kegiatan ini melibatkan Dr. Suraya Afiff (Ketua Umum AAI), Mulyawan Karim (Ketua FKAI), dan Tsabita Puti (perwakilan JKAI). Kegiatan ini juga dihadiri para antropolog seperti Prof. Dr. Meutia Hatta, putri Bung Hatta sekaligus Guru Besar Antropologi Universitas Indonesia, Prof. Dr. PM. Laksono, Guru Besar Antropologi Universitas Gadjah Mada, Dr. Pinky Saptandari, antropolog dari Universitas Airlangga sekaligus Ketua Dewan Penasihat AAI, Dr. Selly Riawanti, antropolog dari Universitas Padjajaran sekaligus Ketua Dewan Pertimbangan Etik AAI, dan Iwan Pirous, dari Forum Kajian Antropologi Indonesia.
Dalam suatu pertemuan yang secara simbolis digelar di Rumah Bung Hatta pada 9 Februari 2024 pukul 09.00 WIB, mereka mengingatkan kembali tentang pentingnya berpolitik yang santun, bermartabat, dan rendah hati, mengikuti jejak nilai-nilai yang ditanamkan oleh tokoh-tokoh pendiri bangsa. Antropolog Indonesia mengecam lunturnya nilai-nilai etika, moral, kejujuran, dan integritas dalam berbangsa dan bernegara, serta menyoroti berbagai praktik politik yang merusak nilai-nilai demokrasi, seperti politik kekerabatan, transaksional, dan manipulasi hukum demi kekuasaan. Kesepuluh poin seruan mereka mencakup keprihatinan atas penyalahgunaan sumber daya negara, pelemahan lembaga negara, dan hilangnya budaya malu di kalangan elite politik, yang semuanya menandakan kemunduran demokrasi dan tata kelola pemerintahan yang baik.
Masyarakat Antropologi Indonesia menyerukan keprihatinan atas degradasi etika, moral, dan demokrasi di Indonesia, khususnya menjelang pemilu 2024. Mereka menyoroti praktik politik yang merusak nilai-nilai demokrasi, seperti politik kekerabatan dan transaksional, serta penyalahgunaan sumber daya negara. Antropolog Indonesia juga mengajak semua pihak untuk mengembalikan nilai-nilai etika dan moral dalam berpolitik, mengingat pentingnya pemilu sebagai sarana pendidikan karakter bangsa. Seruan ini mengingatkan kembali pada cita-cita Reformasi, menuntut keadilan atas pelanggaran HAM masa lalu, dan memperjuangkan demokrasi yang berdaulat dan bermartabat.