oleh Nindyo Budi Kumoro (Bidang Kajian Seminat AAI)
Pada bulan Agustus sampai Oktober 2021 lalu, Asosiasi Antropologi Indonesia (AAI) mengadakan survei dan asesmen kepada seluruh anggotanya dalam rangka optimalisasi peran asosiasi secara internal maupun eksternal. Survei dan asesmen ini berupaya menjaring pendapat dan pandangan segenap kerabat anggota AAI berkaitan dengan ranah keprofesian, topik kajian antropologi yang diminati, identifikasi kebutuhan pengembangan kapasitas internal, serta pengembangan urusan publik. Survei dan asesmen ini merupakan langkah baru yang dilakukan oleh AAI agar lebih meningkatkan kontribusinya bagi para anggota, serta mengoptimalkan peran strategis AAI di masyarakat baik bersifat publik maupun akademik.
Dalam menyusun draft awal instrumen survei, Bidang Kajian Seminat memformulasikan 21 pertanyaan yang terbagi dalam tiga bagian, yakni informasi dasar, minat kajian dalam antropologi, serta pengembangan kapasitas, keprofesian, dan urusan publik. Bagian informasi dasar yang diperlukan dalam survei ini seperti meliputi wilayah Pengda, ranah pekerjaan, maupun afiliasi setiap anggota. Dari bagian tersebut diharapkan dapat memberi peta spesifik bagi asosiasi terkait informasi profil, afiliasi, serta profesi dari setiap anggota yang selama ini belum diketahui.
Pada bagian minat dan kajian antropologi, melalui survei ini asosiasi ingin memetakan apa saja subfields, kajian, maupun studi keilmuan di dalam ilmu antropologi yang menjadi minat dari seluruh anggota AAI. Termasuk untuk mengetahui topik antropologi apa saja yang sedang berkembang di Indonesia saat ini dari para pengusungnya. Hasil survei bagian ini bertujuan agar minat-minat kajian antropologi yang dominan diusulkan oleh para anggotanya dapat diakomodasi oleh AAI untuk dapat dikembangkan ke depannya melalui forum- forum diskusi rutin maupun kegiatan ilmiah lainnya.
Pada bagian pengembangan kapasitas, keprofesian, dan urusan publik, AAI berupaya memetakan beberapa hal dari kebutuhan para anggotanya maupun secara umum. Pertama adalah terkait kapasitas profesional yang dibutuhkan para anggota dan perlu dikembangkan oleh asosiasi. Kedua yakni terkait isu publik yang dirasa penting untuk diadvokasi oleh AAI. Hal ketiga adalah terkait keperluan sertifikasi kompetensi bagi para anggota AAI. Dari bagian survei ini diharapkan memberikan informasi bagi asosiasi untuk lebih meningkatkan perannya secara internal bagi para anggotanya maupun secara eksternal bagi masyarakat luas. Hasil survey yang melibatkan 201 responden dengan komposisi responden 31,3% perempuan dan 67,2% laki-laki, telah menghasilkan data sebagai berikut:
Pada bagian survei pengembangan kapasitas, profesionalisme, dan urusan publik, mayoritas responden (51,7%) bersedia jika dijadikan narasumber dari program pengembangan kapasitas oleh AAI, sedangkan sisanya tidak bersedia (48,3%). Terkait sertifikasi kompetensi bagi seorang antropolog, mayoritas responden (56,2%) merasa hal tersebut diperlukan, 27,4% merasa tidak perlu sertifikasi, sedangkan sisanya (16,4%) memilih menjawab tidak tahu.
Dalam poin peningkatan kapasitas internal para responden menjawab bervariasi, tetapi jawaban dominan mengarah pada perlunya pelatihan penelitian (pendekatan dan analisis), etnografi, penulisan, maupun pemberdayaan masyarakat. Begitu juga dalam poin pertanyaan isu publik yang dirasa penting bagi antropolog. Secara garis besar terdapat beberapa jawaban dominan yang senada seperti isu mengenai kesehatan publik, pembangunan, masyarakat adat, agraria dan problem tenurial, isu lingkungan, perempuan, pembedayaan masyarakat, agama, multikulturalisme dan inklusivitas sosial, sampai pendidikan.