19 Desember 2023

Seminar dan Diskusi Buku: Industri Hulu Migas dan Dinamika Sosial, Politik, dan Budaya Masyarakat di Sekitarnya

Oleh: Tim Kerabat

Asosiasi Antropologi Indonesia Pengurus Daerah Riau bekerja sama dengan Departemen Antropologi Universitas Indonesia, Lembaga Penelitian dan Pengembangan Sosial dan Politik Universitas Indonesia, serta SKK Migas menyelenggarakan Seminar dan Diskusi Buku bertajuk Masyarakat Sekitar Industri Hulu Migas: Dinamika Sosial, Politik, dan Budaya. Dalam seminar yang diselenggarakan pada tanggal 24 November 2023 tersebut, SKK Migas mengangkat topik penting mengenai dinamika relasi sosial politik dan budaya di industri hulu minyak dan gas (migas). Kegiatan ini dihadiri oleh berbagai pembicara termasuk Rikky Rahmat Firdaus, Kepala Perwakilan SKK Migas wilayah Sumatera Bagian Utara (Sumbagut), dan beberapa akademisi dan praktisi terkait.

Dalam sesi pertama, dibahas mengenai peranan vital Industri Hulu Migas dalam ketahanan energi nasional dan tugas mitra kerja dalam membawa modal, teknologi, dan kapital untuk industri ekstraktif di Indonesia. Industri ini, yang mencakup kegiatan dari hulu hingga hilir, berkontribusi signifikan pada penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dan mempengaruhi perekonomian lokal melalui dana bagi hasil migas dan program pengembangan masyarakat. Tantangan ke depan yang dihadapi wilayah Sumbagut termasuk dinamika pengadaan lahan, manajemen stakeholder, dan perluasan pengeboran serta eksplorasi. Ditekankan pula peran penting ilmu sosial humaniora dalam merencanakan dan mengelola dampak sosial dari aktivitas industri ini.

Dalam sesi kedua, Yanin Kholison dari SKK Migas Sumbagut menyoroti kebutuhan akan pendekatan non-teknis dalam industri dan pentingnya kolaborasi dengan mahasiswa untuk mengatasi tantangan sosial. Sesi ketiga diisi oleh Prof. Francisia SSE Seda Ph.D dari Universitas Indonesia, yang memaparkan bagaimana industri migas berkontribusi pada ekonomi tetapi juga bisa mempengaruhi struktur kekuasaan dan otoritarianisme pemerintah.

Sesi keempat dibawakan oleh Oslan Purba dari Yayasan Tifa, yang menyampaikan pentingnya kerjasama multipihak untuk mempromosikan masyarakat terbuka dan kontribusi dana bagi hasil sumber daya alam. Beliau menekankan bahwa kesenjangan dalam adaptasi sosial dan kultural merupakan tantangan utama dalam membangun relasi yang baik antara perusahaan dan masyarakat. Dr. Zulkifli Lubis mengakhiri seminar dengan menyoroti pentingnya kolaborasi yang tidak transaksional dan bagaimana penelitian etnografi mahasiswa dapat membantu mengatasi masalah sosial secara lebih fungsional dan berfokus.

Dalam sesi tanya jawab, dibahas peran industri migas dalam ketahanan energi nasional dan tantangan serta peluang yang dihadapi di era transisi energi. Diskusi ini menghasilkan wawasan bahwa kolaborasi antara SKK Migas, dunia akademis, dan industri dapat menghasilkan manfaat yang berkelanjutan dan memperkuat relasi dengan masyarakat. Secara keseluruhan, seminar ini menjadi forum bagi berbagai pihak untuk merefleksikan dan memperkuat kolaborasi dalam menghadapi dinamika sosial yang kompleks di industri migas, serta untuk memperkaya pemahaman mengenai interaksi antara industri, masyarakat, dan lingkungan.

Diskusi Buku

Program ini dimulai dari pembicaraan dengan Ketua Asosiasi Antropologi Indonesia Pengda Riau, untuk melibatkan pekerjaan dengan berbagai stakeholder seperti NGO, mahasiswa, dan ormas. Dalam upaya mengatasi ketidakberaturan kegiatan kelompok mahasiswa, mereka merancang program hibah penelitian sebagai kolaborasi dengan basis penelitian mahasiswa. Bang Rawa, melalui Asosiasi Antropologi Indonesia, berperan sebagai pengelola. Program tersebut berlangsung selama 1 tahun (meskipun ditargetkan 6 bulan) di daerah operasi migas di Sumatera. Pendampingan dan pembekalan penelitian dilakukan sebelum mahasiswa diterjunkan ke lapangan. Program melibatkan 7 universitas, 25 mahasiswa, dan dilaksanakan di 17 desa di Pulau Sumatera, melibatkan 14 perusahaan migas.

Hasil dari program ini mencakup buku yang berfungsi sebagai dokumentasi hasil riset, credit point untuk perusahaan, dan referensi sosial untuk pengambil kebijakan dan praktisi. Program melibatkan 22 institusi dan dilakukan di 12 dari 34 kabupaten wilayah kerja perusahaan. Output program melibatkan skripsi, buku kompilasi tulisan jurnal, dan buku yang beredar di toko buku. Program ini dianggap sebagai bentuk kolaborasi antara perusahaan dan masyarakat, memberikan kontribusi nyata pada pengembangan praktek mahasiswa di universitas sekitar lokasi. Program ini juga dianggap sebagai bagian dari kolaborasi merdeka belajar dan dapat dijadikan bukti kolaborasi antara perusahaan dan masyarakat bagi lembaga auditor.

Buku ini merupakan dokumentasi hasil penelitian lapangan oleh 25 mahasiswa dari 7 perguruan tinggi tentang masyarakat di sekitar industri hulu migas. Dibuat dalam waktu 2 bulan dengan bimbingan intensif oleh dosen, buku ini berisi teori konsep yang belum sempurna secara akademik, namun kaya fakta. Topik penelitian beragam dan dibebaskan selama masih dalam wilayah hulu migas. Selain itu, buku ini berusaha mempercepat dan memperkuat pembelajaran mahasiswa di luar kampus, kolaborasi dengan industri hulu minyak dan gas serta Asosiasi Antropologi Indonesia. Penulisnya melibatkan 13 artikel tunggal dan 12 artikel bersama dengan topik yang beragam, namun menyatukan mereka dalam konteks globalisasi.

Buku menyoroti keresahan terhadap budaya lokal di tengah globalisasi, termasuk homogenisasi, diversitas budaya baru, dan simultanitas proses-proses tersebut di masyarakat. Meskipun konsep-konsep ini tidak disebutkan eksplisit, buku menggambarkan rapat hubungan (rapport) antropolog dan etnografer dengan masyarakat serta pentingnya menghormati unsur material dan tata krama, termasuk bahasa daerah. Nikita melakukan penelitian di masyarakat adat Suku Petalangan, Desa Tambak, Kabupaten Pelalawan, Provinsi Riau. Petalangan adalah masyarakat Melayu yang menganut sistem matrilineal. Datuk, sumber informasi utama, menyampaikan bahwa masyarakat Petalangan berasal dari Johor, Malaysia, dan menggunakan adat Minangkabau setelah kesepakatan dengan Kerajaan Pagaruyung. Datuk khawatir terjadi krisis kepenerusan gelar adat, khususnya Datuk Rajo Bilang Bungsu. Nikita menghasilkan tiga tulisan yang menyoroti masalah ini. Desa Tambak memiliki tradisi Suku Petalangan yang diwariskan, seperti menumbai, togak tonggol, bulian, dan nyanyian panjang.

Suci melakukan penelitian di Desa Perlis, Kecamatan Brandan Barat, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara. Desa ini pesisir dan terkenal dengan produksi ikan cerbung kering. Mayoritas penduduknya Melayu Perlis yang berasal dari Malaysia, bekerja di sektor perikanan, dan menggunakan bahasa Melayu Pulau Peneng. Suci menemukan struktur sosial nelayan yang melibatkan Toke, Tekong, dan Anak Buah Kapal. Harga jual ikan cerbung kering lebih tinggi daripada basah, sehingga masyarakat lebih memilih menjual kering. Perempuan memiliki peran penting dalam pengolahan ikan, mendukung ekonomi dengan pembagian kerja gender. Ikan cerbung menjadi lokomotif ekonomi dan menciptakan pekerjaan baru di Desa Perlis. Suci menyarankan pelatihan dan bantuan dari pengusaha pertambangan untuk pengolahan lebih lanjut ikan cerbung kering sebagai oleh-oleh khas Perlis.

Buku ini membahas berbagai stakeholder dan ekspektasi terkait operasional perusahaan migas di wilayah tertentu, termasuk SKK MIGAS Sumbagut, AAI pengda Riau dan AAI. Tujuan buku ini adalah membawa perenungan lebih dalam, terutama dari dua perspektif, yaitu individu dengan latar belakang antropologi dan praktisi profesional di industri energi dan pertambangan. Isu-isu penting yang diangkat termasuk perubahan dalam masyarakat lokal akibat operasional perusahaan migas, pergeseran kekuasaan, dan transisi dari masyarakat tradisional menjadi masyarakat industri. Simbol kekuasaan, seperti pompa angguk, juga dibahas sebagai indikator kehadiran negara dan industri. Relasi antar etnis dan gender, serta pertemuan antar etnis dengan latar belakang agama yang berbeda, menjadi fokus penting.

Buku ini merefleksikan pentingnya kajian etnografi dalam pemetaan risiko konflik, mitigasi, dan program pemberdayaan masyarakat. Terakhir, ada seruan kepada etnografer muda untuk mengungkap isu-isu sensitif dan memberikan dasar untuk strategi engagement dengan masyarakat serta bagaimana masyarakat dan perusahaan dapat berdampingan.

Tutup

Newsletter berkabar terbaru

Lihat
Berkabar